Kamis, 17 Oktober 2013




Dalam sebuah hadist sahih Rasulullah Saw. Menjelaskan : 
Pada suatu hari di majelis ta’lim Rasulullah Saw yang dihadiri oleh para sahabat nabi termasuk empat khalafur  asyidin datanglah seorang yang amat bersahaja berpenampilan sangat biasa dengan menyanting torompahnya. Para sahabat tidak begitu memperhatikannya karena memang tidak menarik untuk dilihat.

Di Majelis ini nabi bersabda ; “Orang ini termasuk salah seorang yang dijamin masuk surga tanpa hisab”.
Seusai majelis ta’lim ada seorang yang penasaran dengan orang yang satu ini lalu mengikutinya sampai dirumah dan bahkan minta ijin untuk tinggal bersamanya sementara waktu. Beliau ingin menyelidiki gerangan apa amalannya yang menyebabkan ia dijamin masuk surga.  
Setelah beberapa hari tinggal sekamar dia mendapati orang ini seperti kebanyakan sahabat, tidak ada kelebihan/ibadah khusus yang mencolok. Shalat wajib dan sunah, puasa sunah seperti sahabat yang lain juga.

Karena penasaran akhirnya ia menanyakan pada orang ini : 
“Amalan apakah yang menjadikan anda termasuk yang dijamin masuk syurga, sedangkan amal ibadah anda seperti kami juga?
Orang ini menjawab : “Benar, memang aku seperti yang engkau lihat, semuanya biasa saja seperti halnya yang lain. Hanya saja saya tidak pernah menyimpan perasaan negatif sedikitpun pada seorangpun sepanjang hidup saya”

Sungguh mengesankan..! Sahabat yang dijamin masuk syurga dari para sahabat tidak banyak itupun karena pengorbanan dan pembelaannya atas Islam bersama rasulullah saw, dan orang ini termasuk daftar tambahannya.
Kebersihan dan ketulusan hati untuk tidak berprasangka negatif sedikitpun kepada orang lain hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah SWT.
Ketulusan yang tidak memperdulikan pandangan, sikap, perbuatan orang lain pada dirinya sekalipun menyakitkan. Semua dimaafkan, diikhlaskan tanpa bekas luka yang tertinggal.

Di zaman kita yang semua serba diliputi dengan sandiwara ini tak mungkin kita benar-benar bisa membersihkan jiwa kita dari rasa iri pada orang lain walaupun sedikit. Nilai dari suatu amal penentunya adalah uang, kedudukan atau pujian orang lain.
Namun kita tetap bisa mengusahakan untuk mendekati sifat tersebut dengan selalu memaafkan, berbaik sangka pada orang lain (positif thingking).

Ketulusan yang bukan semata ketulusan tentunya, harus diikuti dengan syariatnya. Artinya amalan, sikap hati yang didasarkan pada tuntunan Allah dan Rosulnya. Karena syarat amal yang diterima adalah niat karena Allah SWT dan caranya sesuai dengan syariat.

Catatan : 
Hadist diatas insyaallah Sahih mengenai riwayat dan nama tokoh penulis lupa hanya berdasarkan ingatan penulis saat ta’lim di pondok, bisa dilacak dalam kitab hadist. 


Banyak hal yang tidak diketahui oleh dunia, salah satunya adalah Ketulusan…kadang disalah artikan oleh orang-orang, mungkin karena keterbatasan pengetahuan mengenai hal tersebut? atau ketidakpekaan perasaan mengenai ketulusan? suatu pertanyaan yang hanya bisa di jawab oleh diri masing-masing manusia..
Tulus…buat gw itu melakukan hal secara maksimal buat orang lain tanpa maksud dan tujuan pribadi, tapi lebih ke pencapaian tujuan yang akan di capai orang tersebut..yaa istilah lainnya membantu meringankan beban seseorang. Hal tersebut macam-macam, antara lain,seperti mendengar, mendalami masalahnya, memberi saran, serta memotivasinya. Buat gw hal tersebut yang bikin hidup gw bahagia. tapi banyak yang salah beranggapan bahwa ketulusan tersebut pasti mempunyai maksud. Banyak diantara kita yang berpikiran dan berkata… ketulusan jaman sekarang apa masih ada???
Ketulusan tidak bisa dibuktikan dengan logika…karena ”Tulus itu berasal dari hati ,Tulus itu berlandaskan kasih,Tulus itu melampaui logika dan akal sehat manusia”
tulus itu muncul disaat kita merasa peka terhadap orang lain,disaat kita bisa mengerti orang lain.
bagi orang yang tidak mengerti betul akan ketulusan, hal tersebut akan menjadi ketakutan bagi orang tersebut karena didalam hati orang yang tidak mengerti akan arti sebuah ketulusan biasanya terpatri “tidak pernah ada yang namanya ketulusan”
Tulus..penuh kasih..kadang bagi orang-orang biasa hal tersebut sangat tidak mungkin dilakukan..
buat saya itu salah besar!!
mungkin kita tidak bisa sempurna untuk melakukan hal tersebut, bahkan hal tersebut sangat sulit, dari kata “sulit” kita dapat melihat bahwa masih ada kesempatan, masih ada peluang kita melakukannya, bukan berarti kita tidak bisa melakukannya. “Ketulusan itu bukan sekedar kata-kata, melainkan sebuah tindakan nyata”. Butuh sebuah kesiapan, pengorbanan, kesetiaan. Banyak hal lain yang perlu dilihat saat ingin melakukan ketulusan. Tapi disaat kita bisa mempertahankan sebuah ketulusan, mungkin tidak hanya buat kita, tapi membuatnya menjadi berarti, membuat sakit yang kita rasakan akibat mempertahankan hal tersebut menjadi sebuah kekuatan yang terakumulasi dan lama kelamaan menjadi cadangan kekuatan bagi diri kita.
KETULUSAN tidak akan lagi menjadi sebuah ketakutan bagi orang-orang yang tidak mengerti akan arti sebuah ketulusan dengan cara:
1. TRY! : Coba lakukan sebuah ketulusan
2. Understand : Coba Pahami ketulusan yang sudah anda coba
3. Love : Rasakan apakah anda sudah melakukannya dengan dasar Cinta Kasih
4. Use : Jangan berhenti melakukan ketulusan, Gunakan hal tersebut waktu demi waktu tanpa kenal lelah dan Menjadi dasar dalam melakukan segala sesuatu
5. Success : Hidup anda akan terasa lebih bermakna, sukses,  bukan hanya bagi diri anda, melainkan bagi orang lain
disaat anda mengikuti petunjuk diatas, saya yakin anda akan mengerti dan lebih menghargai ketulusan serta tidak melihat ketulusan sebagai ancaman untuk hidup anda. Pelajari ketulusan dengan sungguh-sungguh!

“Hargai hidupmu dengan melakukan ketulusan”

“Hati orang siapa yang tahu, manis di luar belum tentu manis didalam, tulus di luar belum tentu juga tulus di dalam, hati orang siapa yang tahu...”
Kalimat di atas setidaknya akan menjadi pemantik dalam tulisan saya kali ini. Jika kita bicara hati seseorang termasuk di dalamnya niat untuk melakukan kehendak adalah sesuatu yang cukup sulit. Tidak ada indikator jelas yang dapat mengukurnya. Belum tentu apa yang dikatakan dalam lisannya ialah apa yang ia sebenarnya rasakan. Begitu pula sebaliknya apa yang ia rasakan belum tentu juga sesuai dengan apa yang ia lisankan. Menurut saya, tersedia dua pilihan pisau bedah untuk menerka hati termasuk niat seseorang yaitu melihatnya dalam posisi biner atau posisi konsisten. Dan saya rasa untuk selamanya hanya waktu dan Tuhan yang mampu membuktikannya. Jadi untuk kali ini saya sepakat seperti kata maha dewi dalam salah satu bait lagunya “hati-hati menjaga hati...”.
Di era postmo, studi tentang hati ini sebenarnya menjadi isu yang jarang disentuh oleh banyak kalangan termasuk sosiolog atau psikolog yang tanpa bermaksud mendiskreditkan profesi lain punya kaitan mendalam terkait hal ini. Hal itu pula yang ingin saya bagi dalam tulisan ini bahwa salah besar jika pembicaraan tentang hati hanya milik ranah religi. Salah. Bagi sebagian orang, hati mungkin hanyalah sebuah perasaan yang hanya dapat dimainkan dalam area kognitif dan cenderung metafisik. Menurut saya itu tidak salah tapi secara lebih mendalam orang jarang memperbincangkan hati ini sebagai hulu dari sebuah kehendak.  Berbagai fenomena postmo yang hadir belakangan ini, sebenarnya berhulu dari hati. Hati yang akan menuntun kehendak menuju sebuah kemashlahatan atau kesia-siaan.
Saya akan mengajak anda untuk menurunkan konsep untuk membaca lebih komprehensif dan setidaknya lebih jernih tentang Gerakan Indonesia Mengajar yang menjadi goresan baru dalam perjalanan hidup saya kedepan. Mungkin saya tidak akan menulis dan berbagi tentang ini jika beberapa hari terakhir tidak ada manusi-manusia berkamera bernama wartawan yang hadir dalam perjalanan gerakan ini. Saya sangat memaklumi jika gerakan ini menjadi isu yang sangat seksi untuk dibahas apalagi bertepatan dengan berbagai momentum yang pas: Sumpah Pemuda, generasi muda yang mulai apatis dan terdegradasi, juga dunia pendidikan Indonesia yang semakin terbelakang. Saya tidak tahu apakah ini merupakan reaksi kaget saya atas banyaknya liputan media yang berefek pada respon publik atau sebuah titik pencerahan saya untuk merespon secara jernih apa yang terjadi belakangan ini pada para pengajar muda yang sudah mirip selebritis dadakan. Berharap keduanya.
Niat untuk berbagi tentang hal ini sebenarnya muncul seketika setelah saya menghadiri undangan makan siang dari keluarga salah satu sahabat saya yang juga pengajar muda. Sambil menikmati chiken kari noodle versi oenpao yang menurut saya merupakan saudara batih dari mie ayam, saya berdiskusi dengan ayah sahabat saya. Sebenarnya obrolan tentang euforia pengajar muda di media muncul dari pasport. Jujur di tim Bengkalis, pasport saat ini menjadi isu yang cukup kuat sebelum deployment. Anda semua pasti sudah bisa menebak apa yang menjadi alasannya. Bentuk dari pemikiran visioner lebih tepatnya.
Ayah dari sahabat saya mulai membuka obrolan tersebut dengan menyuguhkan kami beberapa fakta bahwa, gerakan Indonesia Mengajar saat ini sedang gencar menjadi buah bibir di masyarakat baik dari kalangan borjuis maupun proletar. Saya masih ingat kalimat beliau terkait hal ini “...jangan kalian kira banyak yang memuji gerakan ini, tidak sedikit yang sinis dan memandang negatif...”. saya yang saat itu sedang kepanasan menyruput mi langsung terhenti. Chiken kari noodle nampaknya tidak menarik lagi. Beliau meneruskan respon negatif tersebut datang dari berbagai kalangan baik tentang masa ajar yang hanya satu tahun, gaji pengajar muda, anggapan bahwa program ini hanya sebuah batu loncatan, hingga Anies Baswedan yang terkesan “bodoh” dalam membuat statement di media. Seketika itu saya menelan ludah karena ice orange juice yang satu jam lalu saya pesan belum juga datang.
Beliau menyatakan bahwa statement Anies tentang penyebutan rata-rata angka nominal gaji pengajar muda di salah satu media secara tidak langsung menjatuhkan derajad dan martabat gerakan ini termasuk pengajar muda. Hal ini bisa dibilang serius, mengingat gerakan ini dibangun atas dasar pengabdian jadi tidak pantas jika sampai angka nominal terucap. Inspirasi yang menjadi sumber kekuatan dari gerakan ini jadi terkesan dikesampingkan. Saya hanya bisa mengangguk-angguk mendengarkan sekaligus meratapi jika memang fakta itu benar adanya. Hal itu juga berlaku untuk statement bahwa paska program ini akan banyak akses kemudahan yang didapat pengajar muda baik pekerjaan maupun beasiswa juga sempat dipermasalahkan. Sebelum kami pamit, beliau sempat berpesan bahwa hal ini perlu disampaikan baik kepada panitia Indonesia Mengajar maupun pengajar muda sendiri guna perbaikan kedepan. Lawan segala keraguan masyarakat atas gerakan ini dengan bukti bukan janji.
Dalam perjalanan pulang saya mulai berpikir bahwa ternyata tidak selamanya niat tulus itu dapat diterima dengan mudah. Tergantung dari sisi mana kita akan melihat. Jika dilihat dari dual track yang menjadi poros dari program ini, pemberitaan tersebut merupakan hal yang wajar karena merupakan salah satu alat. Tetapi jika dilihat dari sisi komersial, hal ini tentu berbeda. Saya yakin tidak ada maksud dari seorang Anies Baswedan untuk membuat program ini menjadi ajang popularitas. Saya juga tidak akan menyalahkan media atas berita berlebihan yang mereka tulis dan tayangkan selama ini. Apalagi untuk menyalahkan masyarakat yang saya pikir belum secara mendalam mendapat sosialisasi atas geraka Indonesia Mengajar ini. Terlepas dari hal itu, saya menyimpulkan sebuah hipotesa bahwa kritik sebenarnya adalah bentuk kepedulian dan rasa cinta seseorang atas kehendak orang lain. Kembali lagi semua tergantung dari respon personal tentang kejujuran pada hati mereka. Apakah terperangkap dalam posisi biner atau bertahan dalam posisi yang konsisten? Berharap yang kedua. Bahwa semua dilakukan untuk menebar inspirasi, memperbesar turbulensi kebaikan, hingga perjuangan untuk sebuah kemashlahatan. Dan itu semua bukan hal yang mudah. Hati orang siapa yang tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar