Rabu, 23 Oktober 2013

Pengertian dan Contoh Visi dan Misi Organisasi

visi








Syarat-syarat berdirinya sebuahOrganisasi dan salah satunya adalah Visi & Misi nah kali ini saya mau share tentang Pengertian dan contoh Visi & Misi, semoga coretan ini bermanfaat buat temen-temen semua yang membutuhkan buat tugas ataupun yang hanya sekedar ingin tau, di bawah ini mungkin sedikit penjelasan tentang Pengertian dan contoh Visi Misi, monggo dibaca… :)

Pengertian Visi
Visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan – tujuan Organisasi dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang. Visi itu tidak dapat dituliskan secara lebih jelas menerangkan detail gambaran sistem yang ditujunya, dikarenakan perubahan ilmu serta situasi yang sulit diprediksi selama masa yang panjang tersebut. Beberapa persyaratan yang hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan visi:
- Berorientasi ke depan
- Tidak dibuat berdasarkan kondisi saat ini
- Mengekspresikan kreatifitas
- Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat

Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh suatu Organisasi untuk mewujudkan Visi. Misi Organisasi adalah tujuan dan alasan mengapa organisasi itu ada. Misi juga akan memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan.
Berikut adalah contoh visi dan misi organisasi yang sedang saya geluti saat ini :
Visi dan Misi BEM  STMIK PRANATA INDONESIA BANJARBARU
 Visi
Sebagai wadah pemersatu dan penyalur bakat dan wahana untuk mempersiapkan insan mahasiswa yang mandiri, aspiratif, berkualitas, independent serta berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Misi
1.       Memperjuangkan hak-hak mahasiswa
2.       Mempersatukan seluruh mahasiswa
3.       Menyalurkan bakat dan kreatifitas mahasiswa
4.       Menemukan dan mengembangkan penemuan baru
5.       Melaksanakan program yang dapat mengupgread soft dan hard skill mahasiswa.

Perbedaan Visi dan Misi

Suatu organisasi pasti memiliki visi dan misi. Tidak jarang kita temui di suatu ruang kerja terdapat pajangan visi dan misi yang di bingkai rapi. Di sekolah-sekolah juga biasa terpampang visi dan misi di gerbang supaya mudah dibaca. Visi dan misi menunjukan gambaran kemana suatu organisasi akan diarahkan dan hasil apa yang ingin dicapai.


Karena sifatnya yang universal tidak hanya suatu organisasi seperti perusahaan, sekolah, koperasi, LSM tetapi individu juga perlu memiliki visi dan misi.




Perbedaan antara visi dan misi


Visi adalah “what be believe we can be”

Visi merupakan gambaran masa depan mau jadi apa lembaga kita. Menentukan visi berarti menentukan tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai



Dalam menentukan visi hendaknya memenuhi persyaratan:

- Berorientasi ke depan
- Mengekspresikan kreatifitas
- Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat




Misi adalah  “what be believe we can do”

Misi adalah apa yang bisa dilakukan untuk mencapai gambaran masa depan (visi). Misi merupakan langkah-langkah dan strategi apa untuk mencapai visi kita.


Kadangkala misi perlu dirubah sedemikian rupa apabila visi belum tercapai. Jadi bukan visinya yang dirubah hanya cara-caranya mencapai tujuan yang dirubah. Apabila visi berubah-ubah maka akan terkesan tidak konsisten gambaran masa depan tentang organisasi tersebut.

Contoh visi dan misi


Visi

Menjadi sekolah Internasional yang berwawasan Ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Mengedepankan Iman dan takwa dengan lingkungan sehat, menyenangkan, demokratis dan mampu memberikan kontribusi penting terhadap masyarakat luas.


Misi

- Menumbuhkan kegemaran dan kebiasaan membaca, menulis dan berkarya
- Memotivasi peserta didik untuk untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, kritis dan menyenangkan
- Menumbukah sikap bertanggung jawab terhadap peraturan sekolah, agama, hukum serta norma-norma dan nilai yang berlaku di masyarakat
- Menciptakan lingkungan belajar yang berwawasan IPTEKS dan IMTAK
- Menyiapkan peserta didik untuk menjadi pribadi yang mandiri, memiliki kreatifitas, bertanggung jawab dan berani mengembangkan potensi diri.


Langkah Perumusan Visi – Misi

Visi-misi organisasi merupakan perumusan pandangan organisasi untuk mencapai maksud dan tujuan yang menjadi bidang garapannya, sementara visi-misi individu pemimpin merupakan perumusan langkah-langkah dan pandangan dari pemimpin itu untuk mewujudkan tercapainya visi misi organisasi.
Pada pelaksanaanya, tak sedikit organisasi ataupun orang perseorangan kebingungan dalam perumusan dari visi-misi yang seharusnya dirumuskan sebelum suatu organisasi terbentuk atau sebelum seseorang didaulat ataupun diangkat menjadi seorang pemimpin. Jika sudah demikian, biasanya arah organisasi atau pemimpin yang tidak merumuskan visi misi dari awal, menjadikan organisasi berjalan apa adanya dan tidak ada arah yang jelas kemana organisasi akan berlabuh mencapai tujuannya. Oleh karenanya, visi-misi menjadi sesuatu yang mutlak ada dan dikuasai oleh elemen organisasi, dan yang terpenting adalah dikuasai oleh pimpinannya, karena visi-misi ini merupakan perumusan atas segala rencana/planning yang merupakan langkah pertama yang harus ditempuh dalam prinsip-prinsip manajemen. Tanpa perencanaan yang baik, segala sesuatu tentunya tak akan menghasilkan sesuatu sesuai harapan.
Pada artikel ini sini saya ingin mencoba menyumbangkan pemikiran perihal langkah-langkah dalam perumusan visi-misi di atas, yang tujuannya adalah memberikan gambaran kepada Anda yang mungkin saja sedang mencari inspirasi rumus untuk membuat sebuah visi misi. Untuk itu, terlebih dahulu saya akan memberi ulasan apa itu visi dan apa itu misi dan sekaligus memberikan contoh kasusnya.
Visi adalah pandangan umum organisasi/pemimpin terhadap cita-cita yang ingin dicapai yang dirumuskan melalui kalimat tegas dan efektif, namun cukup mewakili atas keinginan atau cita-cita organisasi yang ingin diwujudkan.
Sedangkan Misi adalah tujuan khusus organisasi/pemimpin terhadap cita-cita yang ingin dicapai dari visi yang telah dirumuskan. Dan biasanya dirumuskan melalui kalimat yang menegaskan beberapa item.
Langkah-langkah yang dapat kita tempuh untuk membuat sebuah visi-misi yang efektif adalah terlebih dahulu harus membuat perumusan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi, dan mempersempit masalah tersebut yang sekiranya akan difokuskan untuk ditangani dan menjadi maksud, tujuan dan cita-cita dari organisasi.
Contoh kasus, ada sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan. Jika kita lihat bidang garapan organisasi tersebut, maka kita bisa memulai merumuskan masalah visi-misi tersebut dengan terlebih dahulu menjawab beberapa pertanyaan :
  1. Kenapa harus sosial kemanusiaan?
  2. Siapa sasarannya?
  3. Apa manfaatnya?
  4. Siapa saja yang terlibat?
Dari kasus perumusan masalah di atas, kemungkinan pertanyaannya adalah demikian :
  1. Karena peranan sosial tidak bisa dilepaskan dalam menangani masalah-masalah kemanusiaan
  2. Orang-orang yang menyandang masalah sosial
  3. Memberikan bantuan dan jaminan sosial kepada orang-orang yang menyandang masalah sosial
  4. Pemerintah, sektor swasta yang terkait dengan masalah sosial.
Sebetulnya tidak bisa kita berhenti sampai di sana untuk merumuskan visi-misi yang efektif, karena harus lebih dispesifikkan lagi tentang masalah-masalah kemanusiaan, masalah sosial, dan orang-orang penyandang masalah sosial di atas, karena luasnya masalah tersebut akan mengkaburkan perbedaan dari tiap masalah.
Jika kita mau, kita bisa lagi membuat rumusan permasalahan baru yang lebih spesifik dan mengkerucut untuk menjadi fokus penyelesaian masalah:
  1. Apa saja masalah kemanusiaan itu?
  2. Apa saja masalah kemanusiaan yang menyangkut masalah sosial itu?
  3. Apa saja yang disebut dengan penyandang masalah sosial itu?
Semakin tajam kita menganalisa permasalahan, maka semakin cerdas dan efektiv visi yang dapat kita buat,  sedangkan semakin banyak perumusan masalah yang dapat kita buat, maka semakin tajam pula misi yang dapat dirumuskan, karena dari sekian banyak pertanyaan yang muncul dari perumusan masalah di atas, tentunya hanya akan dipilih dan difokuskan pada masalah-masalah yang dapat dijawab dan sekiranya dapat diwujudkan oleh organisasi tersebut, karena menurut saya, misi yang dibuat tentunya harus menjawab perumusan masalah yang pada kesimpulannya akan selektif untuk dirumuskan menjadi misi organisasi.
Jadi menurut saya, perumusan visi-misi yang baik haruslah melalui tahapan perumusan permasalahan yang ada dan ingin dipecahkan oleh organisasi atau seseorang yang akan memimpin organisasi tersebut. Tanpa ada perumusan masalah, pembuatan visi-misi bisa saja menyimpang dari cita-cita organisasi yang sesungguhnya. Intinya, pimpinan yang handal adalah pimpinan yang mengetahui dan memahami persis permasalahan dan cita-cita organisasinya.
Jika Anda mempunyai pemikiran lain, saya akan sangat berbangga sekali jika anda mau bertukar pikiran dalam blog ini.

A. VISI DAN MISI
1. Tentang Visi
Visi adalah angan-angan atau imajinasi seseorang tentang usaha atau bisnis atau diri mereka suatu saat nanti. Visi membicarakan hal-hal tersebut :
a. Wawasan tolak ukur pertumbuhan bisnis
b. Sosok Anda atau Usaha anda di masa depan
c. Bentuk Usaha anda akan sebesar apa
d. Alasan anda memasuki usaha di bidang tersebut.
e. Imajinasi mengenai posisi usaha anda.
Jadi Visi adalah sebuah tujuan, keinginan, atau angan-angan masa depan usaha yang anda bangun. Oleh karena itu,Visi idel bersifat :
a. Sederhana (Simple)
b. Terukur (Measureable)
c. Terjangkau (Reachable)
d. Beralasan (Reasonable)
e. Ambisius
f. Periode Waktu (Time Frame)
g. Strategis (Strategic)
h. Ada Kejelasan antara masa sekarang dan akan datang
i. Prespektif ke masa depan
j. Komunikatif
Cara Merumuskan VIsi adalah :
a. Perhatikan dan pelajari pebisnis sukses merumuskan visi nya
b. Usaha apa yang Anda lakukan saat ini?
c. Mengapa anda mendirikan usaha tersebut?
d. Akan dibawa kemana bisnis anda nantinya
e. Bayangkan bisnis anda ke depan (5-20 tahun mendatang)
f. Bagaimana perkembangan usaha anda nantinya?
g. Barang dan jasa apa yang akan anda jual sekarang dan nanti?
h. apa cita-cita dan tujuan masa depan pemilik usaha,rekan bisnis anda?
i. nilai-nilai dasar,aspirasi dan presepsi seperti apa yg akan anda perjuangkan nantinya?
Jika anda dapat menjawab,merumuskan, dan meringkas dengan baik berarti anda telah membuat sebuah visi bisnis.

2. Tentang Misi
secara sederhana, misi adalah bagaimana cara anda mewujudkan sebuah visi. Dalam misi selalu terkandung hal-hal tersebut :
a. Tujuan dan alasan keberadaan suatu organisasi (goal)
b. Tindakan dan langkah-langkah yang harus dilakukan
c. Alasan bisnis anda harus berkembang
d. Cara mewujudkan tujuan anda
Jadi, misi adalah usaha,pemikiran, dan langkah-langkah formal untuk mewujudkan sebuah visi.
Unsur pokok sebuah misi adalah :
a. Kiat dan usaha mewujudkan visi
b. Nilai-nilai dasar organisasi
c. Segmen pasar dan pelanggan
d. Pernyataan tentang produk/jasa yg dijual
e. Keyakinan yang kuat
f. Pernyataan strategis
Misi akan efektif bila :
a. Ringkas dan Jelas
b. Unik
c. Fleksibel
d. Bisa membantu untuk mengambil keputusan
e. Budaya dan perusahaan
f. Memberi inspirasi

B. PERAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
Kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam merumuskan visi dan misi usaha. Seorang pemimpin merumuskan visi,misi,strategi dan nilai perusahaan atau bisnis. Sedangkan manajemen yang dipimpin oleh manajer adalah individu,departemen,atau kelompok yang membuat perencanaan program,taktik,dll untuk mewujudkan visi misi strategi yang sudah ditetapkan pemimpin.

C. LANGKAH-LANGKAH MENYUSUN VISI MISI USAHA
a. Melakukan riset
b. melakukan wawancara mengenai kebutuhan yang ada tetapi belum terpenuhi
c. mengumpulkan data pasar
d. merumuskan susunan data dengan mencari tren dan perbedaan
e. merumuskan visi misi
f. mengkomunikasikan anggota organisasi melalui seminar,workshop,dll
g. melakukan perbaikan visi misi berdasarkan saran dan kritik anggota
h. perhatikan aspek analisa SWOT (Strengths,Weaknesses,Opportunities,Threats)


disari dari berbagai sumber

Sabtu, 19 Oktober 2013


Kesetiaan, tidak selalu dimiliki setiap orang. Tidak mudah dan mungkin terlalu banyak godaan untuk menjaga kesetiaan dengan pasangan. Berikut beberapa tips yang bisa digunakan untuk menambah keteguhan kesetiaan Anda.

Pahami dan mengertilah akan segala keadaan yang sedang menimpa pasangan Anda, baik dalam keadaan senang, frustrasi, putus asa atau segala situasi tersulit sekalipun. Jangan pernah memperburuk suasana hatinya ataupun menyalahkannya ketika ia sedang mengalami nasib buruk. Dengan cinta dan kesetiaan Anda, maka Anda justru bisa membangkitkan semangat pasangan Anda untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya. Jangan meninggalkan dia dan tetap setia di dalamnya, maka pasangan Anda akan semakin mencintai Anda, karena Anda-lah yang selalu berada di sisinya, untuk selalu menyejukkan hatinya.


2. Jadilah Penghibur baginya
Bila pasangan sedang sedih atau terluka hatinya, maka hiburlah dia, karena cinta Anda akan memberikan penghiburan dan penguatan bagi pasangan Anda. Anda tidak akan pernah dapat menjadi penghibur yang baik bila cinta Anda tidak Anda bekali dengan kesetiaan di saat senang, sedih atau berduka. Jadi mulailah menjaga hubungan dengan kesetiaan cinta Anda.


3. Ikhlas
Mencintai adalah memberi cinta dengan ketulusan, tidak ada terselip di dalamnya, imbalan ataupun pamrih demi keuntungan pribadi. Timbal balik dari pasangan akan datang dengan sendirinya bila Anda tulus mencintainya. Dari rasa ikhlas dan tanpa pamrih, Anda akan mampu menjaga hati untuk tetap setia pada cinta Anda.


Terlalu banyak menuntut hanya akan berujung pada kepentingan pribadi, sehingga tidak akan mampu menambahkan kedewasaan hubungan. Dalam hubungan, jangan mencemari hati dan cinta dengan banyak tuntutan, karena bisa-bisa malah menghancurkan hubungan Anda berdua. Jangan banyak mengeluh kepada pasangan, tapi ucapkan syukur dalam setiap menghadapi kekalutan hidup. Sikap untuk belajar memberi yang terbaik untuk pasangan, akan semakin memperbesar kesetiaan cinta kepada pasangan Anda.

Kebanyakan orang selalu ingin senang terus, dan menghindari rasa kecewa, padahal masih banyak sisi hidup yang harus dipelajari. Ada kalanya, Anda harus merasa kecewa kepada pasangan Anda, seperti adanya pertengkaran yang membuat Anda terluka hati. Namun, Anda tidak perlu takut menghadapinya, karena luka-luka kecil itu akan menambah sisi kedewasaan diri Anda. Cinta-lah yang akan memberikan semangat hidup Anda untuk bangkit dari kekecewaan. Untuk itu, agar Anda tetap setia kepada cinta Anda, jangan takut jika harus merasa kecewa.

Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah perasaan dihargai dan diakui “keberadaan”nya. Seperti orang yang lapar akan makanan, orang juga bisa “lapar” akan perhatian yang diberikan oleh orang lain. Orang akan merasa perhatian yang diberikan oleh orang lain akan memberikan “gizi” bagi kesehatan jiwanya. Dan untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, tentunya kita juga harus memberikan perhatian juga kepada orang lain. Dan cara untuk menunjukan perhatian itu antara lain:

1. Pernyataan yang penuh perhatian
Beberapa contoh:
• Saya merasa bertanggung jawab atas kebahagiaanya
• Saya mencoba untuk berada didekatnya manakala ia kacau
• Bila ia membutuhkanku aku akan datang segera
• Kebahagiannya penting bagiku
• Saya menghindari apa-apa yang membuat hatinya terluka
• Walaupun saya merasa marah dan terluka, saya selalu berusaha keras untuk mengerti posisinya.
• Saya ingin membantunya mencapai tujuan yang diiginkannya.
• Saya selalu mengingat hari ulang tahunmu
Pernyataan-pernyatan itu menunjukkan kepedulian kita yang mengandung tema dukungan emosional, menunjukkan pengertian, peduli kepada kebahagian pihak lain, dorongan untuk memberikan kebahagiaan dan menghindari terluka, dan hormat serta mendukung pribadi pihak lain.
2. Mendengar aktif
Kita juga dapat menunjukkan perhatian kita dengan sungguh-sungguh mendengarkan apa yang dikatakan kepada kita. Dan memberikan respon positif terhadap apa yang dikatakan maupun yang dilakukannya
3. Melalui tekanan suara
Hangat, simpati, ekspresif, dan tertarik.
4. Melalui bahasa tubuh
Ketika berbicara kita harus menunjukkan pandangan mata, kontak mata, orientasi tubuh, dan ekspresi wajah unutk menunjukkan semua minat dan kepredulian kita padanya. Pada saat dia berbicara pada kita, kita juga harus menunjukkan sikap badan yang penuh perhatian padanya.
5. Melalui sentuhan
Sentuhan bisa jadi merupakan cara terbaik untuk menunjukan perhatian kita pada seseorang, terutama yang kita beri perhatian.
6. Melalui tindakan
Memberi kartu ulang tahun, merwatnya ketika sakit, beriinisitaif mengajaknya ketempat yang menyenangkan baginya, menunjukkan perhatian melalui bunga, puisi, dan berbagai hadiah spontan lainnya. Dan tentunya tindakan paling mudah untuk memberikan perhatian adalah dengan senyuman. Senyuman yang tulus dari dalam hati untuk memberikan perhatian dan “coklat” psikologis bagi orang lain.^_^


7. Pemaaf

orang yang pemaaf hidupnya akan tenang dan melahirkan hati yang bersih. Di dalam jiwa manusia terdapat dua sifat utama iaitu sifat positif dan negatif. Jika sifat positif mendominasi atau mempengaruhi jiwa manusia maka akan melahirkan banyak sifat-sifat mahmudah, tetapi sebaliknya jika sifat negatif banyak menguasai jiwa manusia maka ianya akan melahirkan pula sifat-sifat mazmumah.

Salah satu sifat mahmudah adalah sifat pemaaf dan lawan daripada sifat ini adalah sifat pemarah dan pendendam.
Pemaaf adalah sifat luhur yang perlu ada pada diri setiap muslim. Ada beberapa ayat al-Quran dan hadis yang menekankan keutamaan bersifat itu yang juga disebut sebagai sifat orang yang hampir di sisi Allah SWT.

Allah SWT berfirman yang bermaksud: “Dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain, Allah menyintai orang yang berbuat kebajikan.” (Surah Ali-Imran ayat 132).

Orang yang mulia adalah orang yang suka memafkan. Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Musa bin Imran a.s, berkata: "Wahai Tuhanku diantara hamba-hamba-Mu, siapakah orang yang paling mulia dalam pandangan-Mu ? "Allah Azza Wajalla menjawab, “ Orang yang memaafkan walaupun ia mampu membalas. “ ( Hadis Riwayat Baihaqi )

Apabila seseorang itu memiliki sifat pemaaf sebenarnya itu adalah tanda hatinya bersih dan tenang. Sebenarnya bukanlah mudah untuk menjadi seorang pemaaf. Sikap negatif yang menjadi lawannya iaitu pemarah sentiasa berusaha menidakkan wujudnya sifat pemaaf dalam seseorang. Pertembungan dua unsur ini mewujudkan satu mekanisme yang saling ingin menguasai diri seseorang.

Iman dan takwa menjadi pengemudi melahirkan sifat pemaaf, manakala syaitan pula mengambil tempat mendidik sifat pemarah. Hakikatnya, syaitan sentiasa menggunakan kelemahan manusia untuk digoda dari pelbagai penjuru agar timbul sifat haiwaniah dalam diri manusia.

Memang tepat sifat pemaaf itu bukanlah satu perbuatan mudah dilakukan. Firman Allah yang bermaksud: “Tetapi, sesiapa yang sabar dan suka memaafkan, sesungguhnya termasuk pekerjaan yang berat ditanggung.” (Surah asy-Syura ayat 43).

Sifat pemaaf memang sukar dilakukan memandangkan manusia sentiasa dikuasai fikiran logik untuk bertindak atas sesuatu perkara sehingga membunuh nilai moral sebenar.

Cuba bayangkan apakah tindakan spontan kita jika ditipu, dihina, dikhianati, dikecewakan dan perkara lain yang tidak disenangi? Sudah tentu perasaan marah akan menguasai diri dan diikuti pula dengan tindakan berbentuk lisan dan fizikal.

Kadangkala, perasaan marah juga disebabkan persaingan untuk mendapatkan sesuatu. Dalam keadaan itu, pesaing dianggap sebagai musuh yang perlu diatasi dengan apa cara sekalipun. Punca ini boleh merebak kepada fitnah, ugutan dan tindakan fizikal secara kekerasan.

Emosi manusia mudah terpengaruh ke arah melakukan tindakan yang pada pandangan logik adalah tindakan yang sepatutnya. Apatah lagi jika hasutan syaitan berjaya menguasai diri.

Di sinilah pentingnya kita memupuk sifat pemaaf dalam diri. Sesuatu yang logik tidak semestinya betul. Sebaliknya, ajaran agama adalah petunjuk kepada kebenaran yang mesti diamalkan untuk mendapat kebaikan di dunia dan akhirat.

Tindakan marah melampau dan diikuti pula dengan tindakan fizikal bukanlah jalan menyelesai masalah atau untuk menunjukkan siapa yang benar. Ketika itu jika diteruskan niat melakukan tindak balas atas kemarahan itu, mungkin ada tindakan yang mendatangkan keburukan sehingga melakukan pergaduhan.

Sesiapa berupaya menahan kemarahan, bererti dalam dirinya memiliki kemuliaan, keberanian, keikhlasan dan kekuatan yang sebenar. Sebaliknya, orang yang tidak mampu menahan marah adalah golongan yang lemah.

Nabi SAW bersabda maksudnya : “Bukanlah orang yang kuat itu (dinilai) dengan (kekuatan) dalam pergelutan, sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (Hadis riwayat Bukhari).

Sahabat yang dimuliakan,
Orang yang bertakwa adalah mereka yang mengerjakan segala perintah Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya. Allah SWT mengkategorikan mereka yang pemaaf termasuk dalam golongan muttaqin (orang bertakwa). Allah SWT mengampunkan mereka yang pemaaf serta menempatkan mereka di syurga.

Sikap pemaaf adalah akhlak yang mulia dan dituntut syarak. Memaafkan orang adalah akhlak mulia dan tergolong dalam amalan yang amat digalakkan. Tentu sekali bagi mereka yang dikasihi Allah SWT akan mudah mendapat rahmat dan keampunan-Nya.

Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah sebaik-baik contoh ikutan bagi seluruh umat manusia. Antara contoh keperibadian yang tinggi yang wujud dalam diri Rasulullah SAW adalah sikap pemaaf baginda. Ini dapat kita perhatikan dalam banyak peristiwa yang dialami baginda melalui banyak riwayat yang menceritakan kemuliaan akhlak baginda dengan memaafkan orang kafir yang menyakiti baginda hingga menyebabkan mereka masuk Islam.

Untuk mendidik sifat baik dalam diri perlulah menghampiri diri dengan memperbanyakkan melakukan ibadat wajib dan sunat, banyak berzikir dan membaca al-Quran. Dengan kekuatan iman dan takwa  secara langsung akan menjauhkan perkara yang ditegah, termasuk sifat pemarah.

Sifat pemaaf lahir dari jiwa dan hati yang tenang hasil daripada tarbiyah yang berterusan. Sebab itu, selalu memupuk sifat pemaaf. Bermulalah dengan perkara yang kecil dan mudah hilang sifat marah.

Jika ada sesuatu yang menimbulkan perasaan marah, berfikirlah sejenak untuk terlebih dahulu menilai atau muhasabah diri sendiri terlebih dahulu. Renungkan dalam hati sendiri adakah perkara itu juga berpunca dari kita sendiri? Adakah sebelum ini kita mengambil langkah yang wajar untuk mengelak perkara itu daripada berlaku?

Jika kita mampu berfikir sedemikian, cahaya kebenaran mudah memasuki ruang hati dan memberi petunjuk apakah tindakan yang wajar dilakukan seterusnya. Pada ketika itu syaitan tidak berpeluang untuk menyemarakkan perasaan marah, yang lahir adalah keinsafan dan sifat memaafkan.

Sifat pemaaf memberi manfaat yang besar kepada diri sendiri terutama dari segi rohani. Orang yang bersifat pemaaf selalu dalam keadaan tenang, hati bersih, berfikiran terbuka, mudah diajak berunding dan sentiasa menilai diri sendiri untuk melakukan kebaikan.

Bagi orang yang bersifat pemaaf, padanya tiada seorang pun dalam hatinya tersimpan perasaan marah. Sebab itu, hati orang bersifat pemaaf tidak mudah terbakar dengan provokasi yang menekan dirinya.

Banyak masalah berkaitan hubungan sesama manusia berpunca sifat marah dan membalas dendam. Biarpun perselisihan kecil, perkara itu tidak dapat diselesaikan disebabkan perasaan dendam masih bertapak di hati.

Sahabat yang dikasihi,
Marilah kita tanamkan pada hati dan jiwa kita sifat pemaaf, kerana sifat pemaaf adalah sifat ahli-ahli syurga sedang sifat pemarah dan pendendam adalah sifat ahli-ahli neraka. Dari sifat pemarah dan pendendam akan melahirkan sifat hasad dengki, irihati , sombong, bongkak dan takbur.

Sikap berdendam hanya merugikan kedua-dua pihak. Paling tertekan ialah pihak yang lebih banyak berdendam. Hatinya tidak tenteram dan sentiasa ada perasaan buruk sangka. Kadangkala, yang berdendam hanya sebelah pihak. Sedangkan, sebelah pihak lagi menganggap persengketaan telah selesai.

Jika sifat memaafkan diamalkan, insya Allah, kita juga tidak akan menanggung kemarahan daripada orang lain. Sesungguhnya Allah SWT terlebih awal memberi keampunan dengan rahmat-Nya samaada ketika kita hidup di dunia maupun kehidupan dihari akhirat.Allah SWT akan memaafkan kesalahan dan dosa kita di akhirat nanti jika di dunia kita sentiasa memaafkan kesalahan orang lain.

Kemandirian akan membuat Anda tetap setia terhadap pasangan. Anda menjadi semakin yakin bahwa cinta Anda membawa kekuatan diri yang berujung pada sikap positif dalam memandang cinta dan jalinan kasih Anda. Untuk itu, berusahalah untuk mandiri dalam pikir dan tindakan, agar kesetiaan terhadap cinta terus pula berkembang.



Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Betapa banyak orangtua yang mudah mengobral janji kepada anaknya tapi tak pernah menunaikannya. Betapa banyak orang yang dengan entengnya berjanji untuk bertemu namun tak pernah menepatinya. Dan betapa banyak pula orang yang berhutang namun menyelisihi janjinya. Bahkan meminta udzur pun tidak. Padahal, Rasulullah telah banyak memberikan teladan dalam hal ini termasuk larangan keras menciderai janji dengan orang-orang kafir.
Manusia dalam hidup ini pasti ada keterikatan dan pergaulan dengan orang lain. Maka setiap kali seorang itu mulia dalam hubungannya dengan manusia dan terpercaya dalam pergaulannya bersama mereka, maka akan menjadi tinggi kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Sementara seseorang tidak akan bisa meraih predikat orang yang baik dan mulia pergaulannya, kecuali jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak yang terpuji. Dan di antara akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati janji.
Sungguh Al-Qur`an telah memerhatikan permasalahan janji ini dan memberi dorongan serta memerintahkan untuk menepatinya. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلاَ تَنْقُضُوا اْلأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا …
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya….” (An-Nahl: 91)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra`: 34)
Demikianlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa menjaga, memelihara, dan melaksanakan janjinya. Hal ini mencakup janji seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji hamba dengan hamba, dan janji atas dirinya sendiri seperti nadzar. Masuk pula dalam hal ini apa yang telah dijadikan sebagai persyaratan dalam akad pernikahan, akad jual beli, perdamaian, gencatan senjata, dan semisalnya.
Para Rasul Menepati Janji
Seperti yang telah dijelaskan bahwa menepati janji merupakan akhlak terpuji yang terdepan. Maka tidak heran jika para rasul yang merupakan panutan umat dan penyampai risalah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia, menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia ini. Inilah Ibrahim ‘alaihissalam, bapak para nabi dan imam ahlut tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyifatinya sebagai orang yang menepati janji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِبْرَاهِيْمَ الَّذِي وَفَّى
“Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.” (An-Najm: 37)
Maksudnya bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah melaksanakan seluruh apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ujikan dan perintahkan kepadanya dari syariat, pokok-pokok agama, serta cabang-cabangnya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Ismail ‘alaihissalam:
إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ
“Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya” (Maryam: 54)
Yakni tidaklah ia menjanjikan sesuatu kecuali dia tepati. Hal ini mencakup janji yang ia ikrarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun kepada manusia. Oleh karena itu, tatkala ia berjanji atas dirinya untuk sabar disembelih oleh bapaknya -karena perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala- ia pun menepatinya dengan menyerahkan dirinya kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 822 dan 496)
Adapun Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memperoleh bagian yang besar dalam permasalahan ini. Sebelum diutus oleh Allah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dijuluki sebagai seorang yang jujur lagi terpercaya. Maka tatkala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi rasul, tidaklah perangai yang mulia ini kecuali semakin sempurna pada dirinya. Sehingga orang-orang kafir pun mengaguminya, terlebih mereka yang mengikuti dan beriman kepadanya.
Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun keenam Hijriah berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan umrah beserta para shahabatnya. Waktu itu Makkah masih dikuasai musyrikin Quraisy. Ketika sampai di Al-Hudaibiyah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin dihadang oleh kaum musyrikin. Terjadilah di sana perundingan antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum musyrikin. Disepakatilah butir-butir perjanjian yang di antaranya adalah gencatan senjata selama sepuluh tahun, tidak boleh saling menyerang, bahwa kaum muslimin tidak boleh umrah tahun ini tetapi tahun depan -di mana ini dirasakan sangat berat oleh kaum muslimin karena mereka harus membatalkan umrahnya-, dan kalau ada orang Makkah masuk Islam lantas pergi ke Madinah, maka dari pihak muslimin harus memulangkannya ke Makkah.
Bertepatan dengan akan ditandatanganinya perjanjian tersebut, anak Suhail -juru runding orang Quraisy- masuk Islam dan ingin ikut bersama shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Suhail pun mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa jika anaknya tidak dipulangkan kembali, dia tidak akan menandatangani kesepakatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya menandatangani perjanjian tersebut dan menepati janjinya. Anak Suhail dikembalikan, dan muslimin harus membatalkan umrahnya. Namun di balik peristiwa itu justru kebaikan bagi kaum muslimin, di mana dakwah tersebar dan ada nafas untuk menyusun kembali kekuatan. Namun belumlah lama perjanjian itu berjalan, orang-orang kafir lah yang justru mengkhianatinya. Akibat pengkhianatan tersebut, mereka harus menghadapi pasukan kaum muslimin pada peristiwa pembukaan kota Makkah (Fathu Makkah) sehingga mereka bertekuk lutut dan menyerah kepada kaum muslimin. Dengan demikian, jatuhlah markas komando musyrikin ke tangan kaum muslimin. Manusia pun masuk Islam dengan berbondong-bondong. Demikianlah di antara buah menepati janji: datangnya pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Zadul Ma’ad, 3/262)
Para Salaf dalam Menepati Janji
Dahulu ada seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama Anas bin An-Nadhr radhiyallahu ‘anhu. Dia amat menyesal karena tidak ikut perang Badr bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berjanji jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan kepadanya medan pertempuran bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melihat pengorbanan yang dilakukannya.
Ketika berkobar perang Uhud, dia berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam perang ini kaum muslimin terpukul mundur dan sebagian lari dari medan pertempuran. Di sinilah terbukti janji Anas. Dia terus maju menerobos barisan musuh sehingga terbunuh. Ketika perang telah usai dan kaum muslimin mencari para syuhada Uhud, didapati pada tubuh Anas bin An-Nadhr ada 80 lebih tusukan pedang, tombak, dan panah, sehingga tidak ada yang bisa mengenalinya kecuali saudarinya. Lalu turunlah ayat Al-Qur`an:
مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيْلاً
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23) [Lihat Tafsir Ibnu KatsirSurat Al-Ahzab, 3/484 dan Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 3200]
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu kami -berjumlah- tujuh atau delapan atau sembilan orang di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda: “Tidakkah kalian berbai’at kepada Rasulullah?” Maka kami bentangkan tangan kami. Lantas ada yang berkata: “Kami telah berbaiat kepadamu wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu atas apa kami membaiat anda?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُوا الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ وَتَسْمَعُوا وَتُطِيْعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا
“Kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya sedikitpun, kalian menegakkan shalat lima waktu, mendengar dan taat (kepada penguasa) -dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan kalimat yang samar- (lalu berkata), dan kalian tidak meminta sesuatu pun kepada manusia.”
‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sungguh aku melihat cambuk sebagian orang-orang itu jatuh namun mereka tidak meminta kepada seorang pun untuk mengambilkannya.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2334)
Seperti itulah besarnya permasalahan menepati janji di mata generasi terbaik umat ini. Karena mereka yakin bahwa janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tiada kalimat yang terucap kecuali di sisinya ada malaikat pencatat. Intinya, keimanan yang benar itulah yang akan mewariskan segala tingkah laku dan perangai terpuji.
Hal ini sangat berbeda dengan orang yang hanya bisa memberi janji-janji manis yang tidak pernah ada kenyataannya. Tidakkah mereka takut kepada adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ingkar janji? Tidakkah mereka tahu bahwa ingkar janji adalah akhlak Iblis dan para munafikin? Ya. Seruan ini mungkin bisa didengar, tetapi bagaimana bisa mendengar orang yang telah mati hatinya dan dikuasai oleh setannya.
Iblis Menebar Janji Manis
Semenjak Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam ‘alaihissalam dan memuliakannya di hadapan para malaikat, muncullah kedengkian dan menyalalah api permusuhan pada diri Iblis. Terlebih lagi ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutuknya dan mengusirnya dari surga. Iblis berikrar akan menyesatkan manusia dengan mendatangi mereka dari berbagai arah sehingga dia mendapat teman yang banyak di neraka nanti. Berbagai cara licik dilakukan oleh Iblis. Di antaranya dengan membisikkan pada hati manusia janji-janji palsu dan angan-angan yang hampa.
Pada waktu perang Badr, Iblis datang bersama para setan pasukannya dengan membawa bendera. Ia menjelma seperti seorang lelaki dari Bani Mudlaj dalam bentuk seseorang yang bernama Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Ia berkata kepada kaum musyrikin: “Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menang atas kalian pada hari ini. Dan aku ini sesungguhnya pelindung kalian.” Tatkala dua pasukan siap bertempur, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam debu lalu menaburkannya pada wajah pasukan musyrikin sehingga mereka lari ke belakang. Kemudian malaikat Jibril mendatangi Iblis. Ketika Iblis melihat Jibril dan waktu itu tangannya ada pada genggaman seorang lelaki, ia berusaha melepaskannya kemudian lari terbirit-birit beserta pasukannya. Lelaki tadi berkata: “Wahai Suraqah, bukankah kamu telah menyatakan pembelaan terhadap kami?” Iblis berkata: “Aku melihat apa yang tidak kamu lihat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/330 dan Ar-Rahiq Al-Makhtum hal. 304)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيْءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَاللهُ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menang atas kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.’ Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan itu berbalik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kalian; sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak melihatnya; sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48)
Tanda-tanda Kemunafikan
Menepati janji adalah bagian dari iman. Barangsiapa yang tidak menjaga perjanjiannya maka tidak ada agama baginya. Maka seperti itu pula ingkar janji, termasuk tanda kemunafikan dan bukti atas adanya makar yang jelek serta rusaknya hati.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda munafik ada tiga; apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Muslim, Kitabul Iman, Bab Khishalul Munafiq no. 107 dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Seorang mukmin tampil beda dengan munafik. Apabila dia berbicara, jujur ucapannya. Bila telah berjanji ia menepatinya, dan jika dipercaya untuk menjaga ucapan, harta, dan hak, maka ia menjaganya. Sesungguhnya menepati janji adalah barometer yang dengannya diketahui orang yang baik dari yang jelek, dan orang yang mulia dari yang rendahan. (Lihat Khuthab Mukhtarah, hal. 382-383)
Menjaga Ikatan Perjanjian Walaupun Terhadap Orang Kafir
Orang yang membaca sirah (sejarah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi Salafush Shalih akan mendapati bahwa menepati janji dan ikatan perjanjian tidak terbatas hanya sesama kaum muslimin. Bahkan terhadap lawan pun demikian. Sekian banyak perjanjian yang telah diikat antara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan musyrikin, tetap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallamjaga, sampai mereka sendiri yang memutus tali perjanjian itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِلاَّ الَّذِيْنَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوْكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 4)
Dahulu antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma ada ikatan perjanjian (gencatan senjata) dengan bangsa Romawi. Suatu waktu Mu’awiyah bermaksud menyerang mereka di mana dia tergesa-gesa satu bulan (sebelum habis masa perjanjiannya). Tiba-tiba datang seorang lelaki mengendarai kudanya dari negeri Romawi seraya mengatakan: “Tepatilah janji dan jangan berkhianat!” Ternyata dia adalah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama ‘Amr bin ‘Absah. Mu’awiyah lalu memanggilnya. Maka ‘Amr berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa antara ia dengan suatu kaum ada perjanjian maka tidak halal baginya untuk melepas ikatannya sampai berlalu masanya atau mengembalikan perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur.” Akhirnya Mu’awiyah menarik diri beserta pasukannya. (Lihat Syu’abul Iman no. 4049-4050 dan Ash-Shahihah 5/472 hadits no. 2357)
Kalau hal itu bisa dilakukan terhadap kaum musyrikin, tentu lebih-lebih lagi terhadap kaum muslimin, kecuali perjanjian yang maksiat, maka tidak boleh dilaksanakan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Dan kaum muslimin (harus menjaga) atas persyaratan/perjanjian mereka, kecuali persyaratan yang mengharamkan yang dihalalkan atau menghalalkan yang haram.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1352, lihat Irwa`ul Ghalil no. 1303)
Menunaikan Nadzar dan Membayar Hutang
Di antara bentuk menunaikan janji adalah membayar hutang apabila jatuh temponya dan tiba waktu yang telah ditentukan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
“Barangsiapa yang mengambil harta manusia dalam keadaan ingin menunaikannya niscaya Allah akan (memudahkan untuk) menunaikannya. Dan barangsiapa mengambilnya dalam keadaan ingin merusaknya, niscaya Allah akan melenyapkannya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lihat Faidhul Qadir, 6/54)
Adapun menunaikan nadzar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا
“Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.” (Al-Insan: 7)
Janji yang Paling Berhak Untuk Dipenuhi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوَفُّوا بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ
“Syarat/janji yang paling berhak untuk ditepati adalah syarat yang kalian halalkan dengannya kemaluan.” (HR. Al-Bukhari no. 2721)
Yakni syarat/janji yang paling berhak untuk dipenuhi adalah yang berkaitan dengan akad nikah seperti mahar dan sesuatu yang tidak melanggar aturan agama. Jika persyaratan tadi bertentangan dengan syariat maka tidak boleh dilakukan, seperti seorang wanita yang mau dinikahi dengan syarat ia (laki-lakinya) menceraikan isterinya terlebih dahulu. (Lihat Fathul Bari, 9/218)
Larangan Ingkar Janji terhadap Anak Kecil
Sikap mengingkari janji terhadap siapapun tidak dibenarkan agama Islam, meskipun terhadap anak kecil. Jika ini yang terjadi, disadari atau tidak, kita telah mengajarkan kejelekan dan menanamkan pada diri mereka perangai yang tercela.
Al-Imam Abu Dawud rahimahullahu telah meriwayatkan hadits dari shahabat Abdullah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: “Pada suatu hari ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di tengah-tengah kami, (tiba-tiba) ibuku memanggilku dengan mengatakan: ‘Hai kemari, aku akan beri kamu sesuatu!’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada ibuku: ‘Apa yang akan kamu berikan kepadanya?’ Ibuku menjawab: ‘Kurma.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ
“Ketahuilah, seandainya kamu tidak memberinya sesuatu maka ditulis bagimu kedustaan.” (HR. Abu Dawud bab At-Tasydid fil Kadzib no. 498, lihat Ash-Shahihah no. 748)
Di dalam hadits ini ada faedah bahwa apa yang biasa diucapkan oleh manusia untuk anak-anak kecil ketika menangis seperti kalimat janji yang tidak ditepati atau menakut-nakuti dengan sesuatu yang tidak ada adalah diharamkan. (‘Aunul Ma’bud, 13/ 229)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ فِي جِدٍّ وَلاَ هَزْلٍ، وَلاَ أَنْ يَعِدَ أَحَدُكُمْ وَلَدَهُ شَيْئًا ثُمَّ لاَ يُنْجِزُ لَهُ
“Kedustaan tidak dibolehkan baik serius atau main-main, dan tidak boleh salah seorang kalian menjanjikan anaknya dengan sesuatu lalu tidak menepatinya.” (Shahih Al-Adabul Mufrad no. 300)
Larangan Menunaikan Janji Yang Maksiat
Menunaikan janji ada pada perkara yang baik dan maslahat, serta sesuatu yang sifatnya mubah/boleh menurut syariat. Adapun jika seorang memberikan janji dengan suatu kemaksiatan atau kemudaratan, atau mengikat perjanjian yang mengandung bentuk kejelekan dan permusuhan, maka menepati janji pada perkara-perkara ini bukanlah sifat orang-orang yang beriman, dan wajib untuk tidak menunaikannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ
“Tidak boleh menepati nadzar dalam maksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahihul Jami’ no. 7574)
Surga Firdaus bagi yang Menepati Janji
Tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman lagi bersih. Dan surga bertingkat-tingkat keutamaannya, sedangkan yang tertinggi adalah Firdaus. Darinya memancar sungai-sungai yang ada dalam surga dan di atasnya adalah ‘Arsy Ar-Rahman. Tempat kemuliaan yang besar ini diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang baik, di antaranya adalah menepati janji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun: 8)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Jagalah enam perkara dari kalian niscaya aku jamin bagi kalian surga; jujurlah bila berbicara, tepatilah jika berjanji, tunaikanlah apabila kalian diberi amanah, jagalah kemaluan, tundukkanlah pandangan dan tahanlah tangan-tangan kalian (dari sesuatu yang dilarang).” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Ash-Shahihah no. 1470)
Ingkar Janji Mendatangkan Kutukan dan Menjerumuskan ke dalam Siksa
Siapapun orangnya yang masih sehat fitrahnya tidak akan suka kepada orang yang ingkar janji. Karenanya, dia akan dijauhi di tengah-tengah masyarakat dan tidak ada nilainya di mata mereka.
Namun anehnya ternyata masih banyak orang yang jika berjanji hanya sekedar igauan belaka. Dia tidak peduli dengan kehinaan yang disandangnya, karena orang yang punya mental suka dengan kerendahan tidak akan risih dengan kotoran yang menyelimuti dirinya. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ. الَّذِيْنَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ لاَ يَتَّقُوْنَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (Al-Anfal: 55-56)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ عِنْدَ إِسْتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Bagi setiap pengkhianat (akan ditancapkan) bendera pada pantatnya di hari kiamat.” (HR. Muslim bab Tahrimul Ghadr no. 1738 dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Khatimah
Demikianlah indahnya wajah Islam yang menjunjung tinggi etika dan adab pergaulan. Ini sangat berbeda dengan apa yang disaksikan oleh dunia saat ini berupa kecongkakan Yahudi, Nasrani, dan musyrikin serta pengkhianatan mereka terhadap kaum muslimin.
Saat menapaki sejarah, kita bisa menyaksikan, para pengkhianat perjanjian akan berakhir dengan kemalangan. Tentunya tidak lupa dari ingatan kita tentang nasib tiga kelompok Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizhah, Bani An-Nadhir, dan Bani Qainuqa’ yang berkhianat setelah mengikat tali perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berujung dengan kehinaan. Di antara mereka ada yang dibunuh, diusir, dan ditawan.
Mungkin watak tercela itu sangat melekat pada diri mereka karena tidak adanya keimanan yang benar. Tetapi bagi orang-orang yang mendambakan kebahagiaan hakiki dan ditolong atas musuh-musuhnya, mereka menjadikan etika yang mulia sebagai salah satu modal dari sekian modal demi tegaknya kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terwujudnya harapan. Yakinlah, Islam akan senantiasa tinggi, dan tiada yang lebih tinggi darinya. Wallahu a’lam.
Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=539
Padukan perkataan dengan sikap yang menunjukkan bahwa Anda tetap setia kepada cinta pasangan Anda. Semua itu membuktikan dalam hubungan terdapat kejujuran dan kepercayaan satu sama lain, dan dengan demikian Anda berdua akan sama-sama menikmati buah kesetiaan tanpa perlu khawatir dengan adanya kebohongan.